140 0

Anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanulhaq memberikan sejumlah catatan kritis kepada pemerintah terkait dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Perlindungan Anak.

Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 yang diterbitkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu 25 Maret 2016 itu berisi kebiri hingga hukuman mati bagi pelaku kejahatan seksual.

“Pemerintah harus menjelaskan bagaimana mekanisme kebiri yang ditawarkan pemerintah. Apa efektifitasnya dan sejauh mana implementasinya. Itu pertanyaan-pertanyaan mendasar yang ingin kita tanyakan ke pemerintah,” kata Maman di Kompleks DPR, Kamis (26/5/2016).

Adapun catatan-catatan tersebut di antaranya tentang pelanggaran hak asasi manusia (HAM), selanjutnya anggaran untuk kebiri maupun pemasangan chips tersebut hingga bagaimana penanggulangan dari pelaku yang sudah dikebiri.

“Misalnya bujet dari mana, dan apakah paskakebiri orang itu tidak akan jadi beban negara atau tidak. Ini yang jadi persoalan. Hari ini, kita belum mendapatkan penjelasan integral dan holistik dari pemerintah tentang kebiri ini,” sambung politikus PKB itu.

Selanjutnya, harus dipertimbangkan kembali apakah dengan dikebirinya pelaku ada jaminan ke depan dia tidak akan melakukan kegiatan seksual atau tidak.

“Hukum itu menghukumi pelaku kejahatan seksual bukan hasrat seksual. Hasrat seksual orang yang tidak berfungsi alat reproduksinya, dia bisa menyuruh orang, dia bisa ngakak ketika ada korban diperkosa oleh temannya dan itu lebih jahat,” tegasnya.

Kendati demikian, pihaknya memahami bahwasanya pemerintah mengesahkan Perppu itu dalam rangka antisipasi dan membentuk langkah preventif agar kejahatan seksual tidak masif terjadi seperti yang merebak belakangan ini.

(Visited 119 times, 1 visits today)

Category:

Berita