66 0

Ketum DPP PKB Muhaimin Iskandar mengkritik rencana penerbitan perpres soal pemotongan gaji PNS untuk zakat sebesar 2,5 persen. Seolah-olah, apabila aturan itu benar dilaksanakan, pemerintah seperti menjadi vacum cleaner.

“Jika isi perpres seperti yang diungkapkan Menag, dia akan ambigu karena pungutan zakat wajib, tapi pelaksanaannya opsional. ASN boleh berkeberatan untuk dipungut,” kata Cak Imin dalam keterangannya, Jumat (9/2/2018).

Selain itu, menurut Cak Imin, aturan pemotongan gaji PNS itu membuat pemerintah memonopoli sebagai amil zakat. Padahal pemerintah sudah melakukan hal itu sebagai lembaga pemungut pajak.

“Dengan cara ini, terjadi double taxation: ASN muslim akan menanggung beban ganda, ya bayar pajak ya bayar zakat. Padahal ada aturan bahwa zakat bisa menjadi komponen pengurang pajak dan sebaliknya. Menurut Kiai Masdar, bayar pajak kalau diniati zakat sudah menggugurkan kewajiban agama,” tutur Cak Imin.

“Perpres berpotensi meng-qoth’i-kan (membuat pasti) perkara dzonny (belum pasti) karena zakat profesi masih diperselisihkan ulama. Ulama masih ikhtilaf (berbeda pendapat) apakah pendapatan profesi, termasuk ASN, masuk objek zakat. Ruang mutasyabihat (samar) tidak boleh dijadikan muhkamat (jelas) oleh otoritas karena ada ada kaidah rofa’ul hakim yarfa’ul khilaf: keputusan pemerintah menghapus perbedaan,” sambungnya.

Cak Imin menyatakan tugas negara sebaiknya menjadi fasilitator untuk memastikan ‘amil-amil zakat swasta’ saja. Bukan langsung menjadi amil itu sendiri.

“Negara sebagai amil tunggal sudah dilaksanakan di ranah pajak,” ujar Cak Imin.

“Peruntukan dana zakat 2,5 persen juga dapat membingungkan terkait siapa pengelolanya dan buat apa peruntukannya. Sebab, di tengah defisit anggaran untuk menggenjot infrastruktur, pemerintah terkesan menjadi vacuum cleaner, tukang sedot duit rakyat. Persepsi ini bisa merusak kredibilitas pemerintah,” pungkas Panglima Santri ini.

(Visited 61 times, 1 visits today)

Category:

Uncategorized