97 0

Alhamdulillah Rapat Paripurna DPR pada tanggal 16 Oktober 2018 secara aklamasi 10 Fraksi di DPR telah menyetujui RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan menjadi RUU Usul Inisiatif DPR. Fraksi PKB yang selama ini concern melakukan pengawalan penyusunan RUU ini senantiasa membuka diri untuk mendapatkan masukan dan input dari stakeholders terkait subtansi dan issue stategis yang sekiranya belum terakomodir dalam rancangan undang-udang tersebut. Dengan harapan dalam waktu yang tidak terlalu lama akan lahri UU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang mengatur lebih khusus dari system pendidikan nasional (lex specialis derogate lex generalis).

Politik legislasi RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan secara umum yaitu pentingnya rekognisi negara terhadap penyelenggaraan pendidikan keagamaan berbasis masyarakat yang selama ini berkontribusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, dan keterlibatan aktif dalam pembangunan nasional. Adapun secara spesifik jati diri Pesantren selama ini menjadi sistem norma (subkultur) yang mampu mentransformasikan nilai-nilai spiritual, moral dalam pembentukan character building disegala bidang kehidupan. Pesan dari RUU ini, keberadaan pesantren baik secara arkanul ma’had maupun secara ruuhul ma’had telah diatur tanpa memghilangkan kemandirian, dan karakteristik Pesantren.

Mengingat masih banyak penyelenggaraan pesantren dan pendidikan keagamaan mengalami ketimpangan pada aspek pembiayaan, dukungan sarana prasarana, sumber daya manusia bermutu, dan lain-lain, maka menjadi penting keberpihakan negara terhadap pesantren dan pendidikan keagamaan agar memiliki kompetensi dan keunggulan yang berdaya saing global.

Hal-hal pokok yang diatur dan perlu masukan untuk disempurnakan dalam RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan secara garis besar berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, penormaan secara aplikatif terkait dengan pengembangan 3 (tiga) peran Pesantren: sebagai lembaga pendidikan, sebagai lembaga penyiaran ajaran agama (dakwah Islam), dan sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat.
Kedua, pengaturan mengenai pendirian pesantren bersifat fleksibel, tidak dibatasi pengakuannya hanya berdasarkan legal formal semata, karena terdapat 28 ribu lebih pesantren yang sebagian besar masih berbentuk salafiyah.
Ketiga, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya berkewajiban mengalokasikan pendanaan dalam penyelenggaraan Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Dengan senantiasa mengedukasi dan mendampingi institusi keagamaan tersebut mampu menjalankan akuntabilitas sehingga terhindar dari potensi praktek penyimpangan adimisntrasi sekalipun.

Sebagai Negara yang menjunjung tinggi, menghargai kebhinekaan, maka menjadi tugas konstitusinal kita untuk melindungi, memayungi secara yuridis keragaman agama-agama di Indonesia. Pada usulan rancangan undang-undang ini maka diatur juga tentang Pendidikan Keagamaan Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu.

Hal-hal pokok yang diatur dan perlu masukan untuk disempurnakan dalam RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan secara garis besar berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Sistimatika dalam RUU ini terdapat 10 Bab dan 169 Pasal.
2. Asas RUU meliputi: Ketuhanan Yang Maha Esa; kebangsaan; kemandirian; pemberdayaan; kemaslahatan; multikultural; profesionalitas; akuntabilitas; keberlanjutan; dan kepastian hukum.

Comments are closed.